AWALNYA saya pikir Oktav Edane adalah sosok pendiam, namun kesan itu pupus seketika saat coaching clinic dan tanya jawab berlangsung. Celetukan-celetukan Gono selaku Gubernur IBF chapter Jambi dibalasnya hingga suasana cair dan gelak tawa sesekali.

“Lo ngerjain gue aja Gon,” ungkapnya dengan tawa yang belum usai.

“Gue emang personel Edane, tapi gue paling muda. Beda dengan Om Eet yang udah gocap-an,” katanya disambut tawa penonton.

Banyak hal dikupas saat coaching clinic yang diadakan Indonesian Bass Family Chapter Jambi. Mulai dari bagaimana Daeng Oktav yang tergolong paling muda di Edane ini meracik Sound Bassnya, fingering, dipancing mempertontonkan skill-nya, bagaimana ia bisa sampai di titik sekarang sebagai bassist Edane, hingga pengaruh sound-nya pribadi di Edane.

Dari Makassar ia hijrah selama dua tahun ke Yogyakarta. “Dari awal memang mau main musik,” ungkapnya menerawang.

Tak berapa lama ia dapat tawaran bekerja di sebuah tempat kursus musik di Jakarta. Pikirnya, kapan lagi kesempatan seperti ini diraihnya.

Akhirnya ia memilih melanjutkan hijrah ke Jakarta. Bekerja di tempat kursus musik, sebagai OB (Office Boy).

Nggak apa meski pun sebagai office boy, di sana gua bisa curi-curi ilmu. Kadang sok nawarin kopi ke pengajar trus duduk di ruang belajar,” kenangnya.

Tak hanya bass yang dipelajarinya, semua kesempatan yang terbuka dipelajarinya. Apakah itu bass, gitar atau yang lain.

Namun singkatnya, setelah lama di sana ia memutuskan untuk keluar. “Tapi bos gue bilang, ngapain lo berhenti. Mending ngajar aja disini. Sambil sok mikir, akhirnya gua iyain,” katanya.

Setelah ngajar dan banyak diajakin proyek sana-sini sampai akhirnya bertemu dengan Eet Syahrani, gitaris sekaligus founding fatherEdane.

Banyak yang bertanya padanya, perihal Edane yang gonta-ganti personel. “Mungkin orang mikirnya Bang Eet itu diktator banget, gonta ganti terus, tapi setelah masuk Edane gua akui nggak juga,” ungkapnya.

Menurut Octav sesekali memang Eet memberikan arahan. “Kayak misalnya dia nyuruh gua pake kompresor. Awalnya gua pikir apaan pake kompresor, suaranya kan jadi ketekan gitu,” terangnya.

Namun setelah dipelajarinya, banyak bule yang main bass dengan kompressor. Setelah dipelajarinya ternyata tujuannya agar suaranya rata.

“Kadang ‘kan suaranya nggak rata gitu,” katanya menggambarkan suara yang dihasilkan dari power masing-masing jari.

Setelah itu dia banyak belajar dan akhirnya meneguhkan untuk kembali ke hakikatnya bass sebagai Rhytm section, terlebih ia bermain musik metal.